Surat ini buat Bapakku, yang kemarin pagi
mengantarku dari rumah sampai ke tempat menunggu bus, lalu menungguiku hingga
bus datang, dan yang kutinggal dengan salam perpisahan seorang anak kepada
ayahnya.
Pak, ketika itu aku masih di dalam kandungan. Bapak
membawa sebuah nama dari tanah suci untuk anak ketiganya. Andai aku laki-laki
pasti namaku Hajar Aswad, pak kenapa bapak memberiku nama Hajar Arohmah? Bapak
masih ingat kenapa bapak memberiku nama itu? Tapi terima kasih telah memberiku
nama itu pak.
Pak, ketika itu aku masih TK dan mbak masih SD. Bapak
baru pulang dari sawah, aku langsung menemui bapak dan menagih janji untuk
diajak ke pasar malam dan bapak mengiyakan keinginan kami berdua. Bapak masih
inget?
Pak, ketika itu aku juga masih SD, tujuhbelasan, aku
minta diajak melihat karnaval, tapi bapak malah mengajakku ke gudang tembakau,
nunggu giliran dapet angpau dari si juragan. Aku memakai kaos biru muda dan
celana jeans pendek anak laki-laki. Lalu aku dan bapak melihat mas berangkat
sekolah sama gangnya. Bapak menyuruhku untuk memanggil mas, tapi setelah
kupanggil mas nggak nengok, mas nggak denger. Ketika itu aku melihat raut wajah
bapak yang begitu bangga punya anak yang bisa melanjutkan SMA. Bapak masih
inget?
Pak, ketika itu mas masih di rumah sakit, operasi
usus buntu. Waktu itu sedang musim tembakau. Bapak mengajakku pulang dari rumah
sakit, lalu bapak mampir ke gudang tembakau, beli owolan sekarung. Aku duduk diatas sekarung owolan, pakai baju warna merah kesukaanku yang sengaja dipakaikan
ibu setelah mandi di kamar mandi rumah sakit yang bau obat. Bapak masih inget
ga?
Pak, ketika itu aku juga masih SD, masih musim
tembakau. Waktu itu setahuku ketika bapak ke gudang untuk memperoleh uang hasil
penjualan sekeranjang tembakau, otomatis bapak akan mendapat uang padahal belum
pasti, dan aku kecil selalu meminta bapak untuk dibawakan sekresek jajan
sepulang dari gudang. Aku masih ingat biasanya bapak akan membelikanku jeruk,
jelly, dan chiki. Waktu itu aku sangat bahagia. Bapak masih ingat?
Pak, ketika itu aku masih SD. Besok ada keterampilan
di sekolah, disuruh bu guru membawa gunting. Waktu itu yang kita punya di rumah
hanya gunting rambut yang besar, aku nangis guling-guling hanya ingin dibelikan
gunting baru yang gagangnya berwarna. Aku jengkel tidak dibelikan, hingga sore
sepulang ngaji akhirnya bapak membelikan gunting dengan gagang berwarna pink
itu. Bapak masih ingat?
Pak, ketika itu aku masih SD. Aku ngaji malam hari,
hujan dan bapak menjemputku lalu aku digendong. Waktu aku belajar puasa di
bulan Ramadhan bapak juga sering menggendongku sore hari selepas ashar. Mungkin
itu ngabuburit yang akan selalu aku rindukan. Dan ketika sudah ada tanda-tanda
sirine buka puasa akan berbunyi, biasanya aku dan bapak suka menghitungnya
sampai sepuluh setelah itu sirine benar-benar akan berbunyi. Bapak juga yang
ngajarin baca Al-Qur’an pertama, bapak nyimak aku baca Al-Qur’an yang masih
terbata-bata. Bapak masih ingat?
Pak, ketika itu aku juga masih SD. Aku sering
menanyakan keberadaan bapak ke ibu. Ibu selalu bilang lagi pergi, dan sewaktu
bapak pulang aku akan menanyakan “bapak dari mana?”. Aku kecil saking keponya
sampai dimarahi ibu supaya nggak nanya-nanya terus. Bapak menjawab “bapak abis
nyari utang”. Lalu bapak melihat ke arah ibu, aku sedikit menyesal menanyakan
itu ke bapak, semenjak itu aku tak pernah menanyakan “bapak dari mana?” lagi.
Waktu itu kondisi ekonomi keluarga sedang memburuk, aku banyak tahu tentang
perjuangan bapak untuk menghidupi keluarga. Bapak masih inget kejadian itu?
Pak, ketika itu aku lulus SD, bapak datang ke acara
perpisahan. Kebetulan waktu itu aku ditunjuk wali kelas 6 untuk menyampaikan
pidato. Aku juga menjadi 3 besar NEM tertinggi. Mungkin waktu itu adalah
kebanggan pertama bapak padaku. Bapak masih ingat?
Pak, ketika itu aku diantar bapak mendaftar ke SMP.
Waktu itu aku senangnya bukan main, aku akan pakai seragam putih biru. Tapi aku
sampai ngga mau makan ketika aku tahu bahwa besok harus ada uang sekian untuk
mendaftar ulang, dan bapak mengusahakannya untukku. Bapak masih ingat?
Pak, ketika itu keadaan ekonomi mulai membaik, bapak
dan ibu memulai untuk berwirausaha, bapak mulai belajar beli tembakau ke
petani. Lagi-lagi musim tembakau, dan suatu hari bapak ngasih aku uang 50.000
yang akhirnya aku belikan mukena yang sampai sekarang masih ada dan yang aku
pakai sehari-hari. Aku belajar untuk memaknai sebuah kerja keras, prihatin,
perjuangan dari bapak. Aku jalan kaki dari rumah ke sekolah, ngumpulin uang
saku untuk disisihkan membeli buku LKS. Dulu mbakku juga gitu, lalu aku
menirunya.
Pak, aku tak pernah mengira jika aku bisa
melanjutkan sekolah ke SMA. Bapak tak pernah mengharuskan anaknya sekolah di
sekolah favorit, bapak selalu demokratis kepada anak-anaknya. Bapak tak pernah
mengharuskan aku mendapat ranking satu, bapak tak pernah mengharuskan aku jadi
juara lomba, bapak selalu bilang “terserah kamu”. Dan masa SMA itu, terlalu
banyak aku merepotkan bapak. Hampir tiap hari jumat minta dijemput karena
selalu pulang sore, belum lagi kegiatan OSIS di kelas 11 selalu minta dijemput
bapak juga. Kadang pas hari selasa, bapak ke pasar dan nungguin aku di depan
tokonya koko-koko Cina buat pulang bareng. Padahal aku tahu bapak pasti lelah,
pulang dari sawah, belum lagi masih masarin kerupuk. Bapak masih inget ngga,
pas aku minta dijemput jam 9 malem di sekolah gara-gara lomba mading, bapak
juga masih inget ngga aku minta dijemput di Ngadirejo jam 1 pagi gara-gara ada
kegiatan di Semarang. Pak, setelah aku disini kadang aku merindukan hal itu,
dijemput bapak pulang sekolah. Lalu ketika akhirnya aku lulus dari SMA, wisuda
dan disebutkan oleh kepala sekolah sebagai salah satu siswa berprestasi, lalu
membacakan puisi perpisahan di depan bapak hingga membuat guru-guru menangis,
cukuplah kebanggaanku memperlihatkan itu kepada bapak.
Dan aku mulai sadar ketika melihat raut wajah bapak,
kulit bapak, rambut bapak, tapi semua itu tak pernah mematahkan semangat bapak
untuk terus berjuang. Pak, aku masih inget ketika bapak bilang pengin umroh
sama ibuk. Bapak pengin bisa liat tanah suci lagi. Pak, doakan aku, mas, dan
mbak. Insya Allah kami bertiga akan mengupayakan keinginan bapak. Aamiin.
Lelah bapak adalah lelahku. Tapi aku tak bisa
menggantikan lelah itu. Yang baru kuberi hanya doa dan rindu. Semoga bapak
selalu diberi kesehatan dan kekuatan oleh Allah.
nangis gw bacanya
BalasHapus