Senin, 19 Mei 2014

Cerita Remaja "PUISI BUAT MIKA" (Udah punya pacar? Jadian yuk!)



Puisi buat Mika
(Udah punya pacar? Jadian yuk!)
Hajar Ar
Oh baby i take you to the sky, forever you and i...
Lagu baru Petra Sihombing itu terdengar kembali di stasiun radio favorit Rey. Memang Rey-lah yang menyuruh si penyiar radio untuk memutar lagu romantis itu yang ngehits dalam beberapa minggu terakhir. Bagi gadis puitis itu hanya satu orang yang diharapkan untuk menjadi miliknya. Dia yang selama dua tahun ini menjadi tokoh utama dalam setiap drama mimpi-mimpi Rey. Rey memanggil lelaki muda kurus, tinggi, berkacamata itu Mika. Beberapa bulan ini pula, Rey telah banyak bermain dengan diksi demi menggambar perasaan yang selalu tertanam rapi dalam hatinya. Seperti sore ini, ditemani sisa hujan dikaca jendela ruang makannya dan si penyiar yang masih asyik bersua. Mata Rey meneliti setiap kata demi kata yang muncul di depan monitor dan tangannya asyik menari balet diatas keyboard, sementara otaknya terus bergelut mencari kata-kata puitis yang akan ia jadikan puisi. Jika dua hari yang lalu ia menulis sebuah puisi cinta, lalu bagaimana dengan hari ini? Bukan puisi cinta yang Rey tulis hari ini, tapi sebuah puisi kelelahan hati menunggu Mika. Mika/ mana ada hati berani/ wanita aku ini/ bermaksud ingin memberi/ cinta, dalam hati yang menanti.
Lalu mata Rey menatap kosong. Pikirnya jauh menuju lorong waktu kemarin-kemarin. Tak habis-habis ia memandang udara dalam suasana dingin ruang makan yang sepi. Suara penyiar masih tersiar sama sekali tak menggoyahkan lamunan Rey. Ia melihat Mika diseberang jalan Mall tak jauh dari sekolahnya. Mika duduk sendiri, wajah yang teduh itu selalu membuat mata Rey tak memalingkan pandangannya kearah manapun, hanya satu arah ke arah Mika. Sore itu Rey seharusnya sudah pulang, tapi ia masih saja setia menunggu kapan Mika pulang. Sesekali ia melihat Mika memainkan smartphonenya, menolehkan kepalanya ke kanan kiri dan sampailah mata yang ditutupi kaca minus itu berhenti di mata Rey. Mata yang lama sekali mengamati gerak-gerik Mika. Seketika Rey gelagapan yang sedari tadi tak henti-hentinya melihat ke arah Mika. Senyum itu yang sebenarnya lama dinanti Rey, senyum Mika yang serasa bisa mengubah mendung menjadi pelangi. Rey balik senyum dan Mika kemudian berdiri mengayunkan kakinya ke arah Rey. Hati Rey seperti martabak yang dibolak-balikkan di penggorengan. Hei, suara apa itu yang berasal dari rongga dada Rey, semakin cepat semakin dekat dan Mika memberinya salam dengan mengulurkan tangannya.
“Aku Mika”. Senyum Mika masih mengembang.
“Aku tahu, aku Reyna. Panggil saja aku Rey”. Tangan Rey memeluk tangan Mika, semakin erat dan suara degupan itu semakin cepat.
“Dari tadi kamu berdiri disini dan melihat kearah itu”. Mika menunjuk ke arah ia duduk tadi.
“Mengapa?”. Lanjut Mika.
Cukup lama Rey diam dan menikmati sejuknya angin sore yang mengibas-ibaskan rambut yang ia biarkan tergerai.
“Aku mengamatimu dari sini”. Suara petir memecah romantisme hati Rey saat itu, hujan kembali akan datang danmembasahi hati Rey yang lama gersang akan kerinduan sore seperti ini. Rey jadi suka hujan ia berharap air segera turun mengalirkan air ke dalam kegersangan hatinya.
“Rey, sudah mau hujan. Aku pulang dulu ya!”. Kini Mika pergi, makin jauh dan akankah Rey kembali merasa saat-saat seperti tadi. Lalu Rey ditemani gerimis, matanya masih mengikuti arah Mika berlari. Hanya sekejap mata Rey berkedip, Mika sudah bersama siapa dia? Siapa dia denganrambut dikucir dan memakai seragam SMA. Sedang hujan dengan enaknya turun dengan lebatnya, Rey berlari melawan air-air yang berjatuhan turun dengan cepat. Hatinya memang tak lagi gersang tapi banyaknya air meluap-luap seperti tsunami sudah.
I wanna love you like a huricane, i wanna love you like a mountain rain...
Lagu Rahasia Hati-Nidji membangunkan lamunan Rey dari balik radio. Ia tak tahu siapa yang menyuruh si penyiar memutar lagu itu di saat hati Rey benar-benar pecah. Ia berdiri mematikan radio dan berbelok melangkah ke kamarnya. Puisinya berlanjut ditulis diatas kasur busa Rey. Mika/ mungkin aku hanya/ si kerdil tak tahu cinta/ tak tahu jika kau tak cinta/ lalu bosan menyapa. Malas Rey meneruskan puisinya, menyimpannya di folder seenaknya dan menutup aplikasi microsoft wordnya. Kini smartphone sudah ada dalam genggamannya, yup seperti anak muda lainnya membuka sosial media disaat hati seperti ini sudah biasa, menulis status-status galau juga biasa.Rey membuka obrolan dengan salah satu teman dunia mayanya.
Reyn : hai, cewek/cowok?
Rain : cowok, namanya sama
Reyn : iya alasan aku buka obrolan ini
Rain : ooohhh, udah punya pacar?
Reyn : belum
Rain : jadian yuk!
Reyn : belum kenal udah gitu
Rain : becanda...
Reyn : lagi broken ni
Rain : napa?
Reyn : ah kepo, lagi galau ternyata doi udah punya pacar
Rey jadi tidak mood lagi meneruskan obrolannya ketika mengingat kejadian yang menghancurkan hatinya dua hari yang lalu. Tak terlukis lagi semburat jingga diarah barat karena malam telah mengganti senja dengan warna hitamnya. Tak ada bintang dilangit sana, hanya ada kabut yang menutupi seluruh cahaya kota. Malam ini jadi benar-benar gelap segelap warna hati Rey. Ia menutup gorden jendela kamarnya, Rey tak mau berlama-lama melihat suasana diluar sana yang dingin dan membiarkan hatinya tenggelam dalam kegalauan. Tak mungkin jika ia membaringkan tubuhnya untuk terlelap dan membawanya dalam alam mimpi yang akan menceritakan sebuah drama yang lebih kejam lagi. Dibuka kembali laptopnya dan menyalalah monitor untuk kembali memunculkan kata-kata yang indah. Ah Mika/ siapa gadis rambut kucir itu/ apa kau tahu/ galau menyergapku/ tapi Mika/ aku masih ingin kau/ tuk jadi milikku.
Tak ada Mika dalam mimpi Rey tadi malam, yang ada hanya kepalanya yang serasa ingin pecah dan dingin yang menyelimuti seluruh tubuhnya serta hidung yang tak bisa menghirup udara dengan baik. Rey demam. Kemarin sore ia kembali berlarian dalam hujan. Tiga hari ini Rey jadi suka bermain dengan gelinang air-air itu. Mamanya tak mengizinkan Rey berangkat sekolah. Pagi ini ia hanya bisa berbaring di dipannya sembari memainkan tangannya diatas layar smartphone untuk mengusir kebosanan. Lalu ia mengintip sisa obrolan tadi malam. Tidak ada balasan sama sekali. Tiba-tiba warna hijau menyala disebelah nama itu.
Rain : cepat sembuh Reyn, tadi malem kok off gitu aja?
Reyn : kamu tahu aku sakit dari mana?
Rain : aku seseorang yang dekat denganmu.
Reyn : siapa? Nama asli?
Rain : Riandr
Warna hijau tak lagi menyala disamping nama itu. Reyn berinisiatif membuka foto yang ada dalam akun nama itu. Tak ada, yang dilihat Reyn hanya sebuah foto animeJepang. Dahinya mengerut tanda penasaran, menambah jelek wajahnya yang pucat. Seharian ini jadi terasa sangat lama untuk Rey yang sibuk menghabiskan tisu menahan lendir keluar dari hidungnya. Pukul 13.30 seharusnya Rey sedang berjalan untuk pulang dari sekolah. Terkadang ia duduk di seberang jalan dekat Mall untuk melihat Mika dengan kaus bolanya berjalan masuk ke tempat futsal. Rey juga sering berandai jika ia bisa melihat Mika bermain dan memberikan botol air ketika Mika haus seperti film romantis yang sering ia tonton.
“Rey”. Suara Mama memanggil Rey sambil membuka pintu kamarnya. Mama masih berdiri di depan pintu sambil memegangi gagang pintu seolah ada yang Mama sembunyikan dibalik pintu itu.
“Iya ma, kenapa?”.
“Nih ada temen-temenmu”. Kemudian Mama membuka lebar pintu kamar dan membiarkan teman-temannya masuk ke kamar Rey. Lihat siapa yang ada di belakang itu, dia bukan teman sekelas Rey. Lelaki muda kurus, tinggi dan berkacamata. Mika.
Rey setengah tak percaya tapi senyum Mika yang kembali mengembang itulah yang membuat Rey percaya bahwa Mika benar-benar ada di depannya. Teman-teman perempuan Rey memeluk tubuh Rey yang sedang panas tapi suara mereka sudah kembali riuh tak ada bedanya ketika berkumpul bersama.
“Oh iya Rey aku sengaja ni ngajak Rian kesini nggak papa kan?”. Puput sahabat Rey menunjuk orang yang ia maksud.
“Rian? Dia bukannya Mika anak kelas sebelah?”.
“Namaku Riandra Aditya Mika, Rey”. Kata Mika dengan senyum yang tak lepas dari wajah kalemnya.Tiba-tiba semua yang ada dikamar Rey satu per satu keluar dan hanya ada Rey, Mika dan sebuah Gitar yang kini diraih Mika.
“Maaf Rey tadi Guru Fisika keburu masuk kelas, aku belum lengkap nulis namaku”. Lanjut Mika.
“Jadi? Kamu yang chattingan sama aku tadi malem? Rain?”. Mika mengangguk. Rey masih belum bisa percaya.
“Iya, sejak kecil aku dipanggil Rian mungkin hanya sedikit orang yang manggil aku Mika dan salah satu orang yang manggil aku Mika ya kamu. Sengaja aku menulis namaku menjadi Rain agar nama kita terlihat sama. Puput udah cerita tentang kamu ke aku. Tapi aku nggak pernah membolehkan Puput untuk menceritakan semuanya ke kamu. Aku memperhatikanmu Rey”. Rey masih bengong tak percaya bahwa yang sedang berbicara dengannya adalah Mika.
“Perempuan yang menjemputku saat hujan itu bukan pacarku, dia sepupuku Rey. Jadi, udah punya pacar Rey?”. Mika mengucap kalimat yang tadi malam ditulis Rey. Rey menggeleng pelan. Senyumnya kini megikuti arah hati. Matanya bertemu dengan mata Mika yang ditutupi kaca minus. Lama. Kemudian Mika melanjutkan kata-katanya.
“Jadian yuk!”.
Rey mengangguk. Sebuah lagu yang Rey kenal kini dimainkan Mika diiringi dawai gitar yang Mika genjreng sendiri.
I wanna love you like a huricane, i wanna love you like a mountain rain...
“Aku yang meminta lagu itu diputar Rey. Dalam waktu yang sama kita meminta seseorang untuk memutarkan lagu untuk seorang terspesial dihati kita”. Saat itu semua lendir yang ada di hidung Rey seperti hilang, panas yang terasa terganti sepoi angin yang membawa Rey terbang bersama Mika.
“Cium...cium...”. Suara-suara diluar kamar membuat gaduh dan menghilangkan suasana romantis yang ada di dalam kamar.
“Eh eh eh nggak boleh, nggak boleh”. Mama buru-buru mencegah yang ternyata juga ikut menguping dari tadi. Semuanya jadi tertawa bersama.
Oh Mika/ nyatanya hanya salah pahamku saja/ nyatanya kau juga cinta/ jadi tak lagi aku galau merana. Itulah bait terakhir puisi Rey untuk Mika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar