Jumat, 04 November 2016

Hai, akhwat 20an!

-Jangan Baper, Dia Baik Sama Semua Orang-

6 bulan ba’da peristiwa itu. Kini sahabatku jauh lebih baik dalam hal berpikir, bersikap, dan membuat sebuah tindakan. Aku mendengar cerita ini dalam sebuah pagi yang penuh arti. Untuk memudahkan memahami alur cerita, maka aku ambil alih peran sahabatku sebagai aku. Selamat mengambil hikmah atas terjadinya sebuah peristiwa.
-
Aku, mahasiswi dengan dua adik tingkat. Hitung saja saat ini aku semester berapa. Jika dalam sebuah keluarga, memiliki dua adik adalah sebuah tanggung jawab besar, di mana seorang kakak harus bisa menjadi teladan yang baik untuk adik-adiknya. Tak pilih kasih dengan adik pertama dan adik kedua. Harus tampil sempurna saat adik membutuhkan uluran tangan kakaknya. Yap, tapi sayangnya dalam keluarga aku adalah anak terakhir, jadi aku tak bisa merasakan peran kakak dalam sebuah kehidupan keluarga.
Keluarga adalah lingkungan pertama bagaimana sikap seorang anak terbentuk, begitupun aku anak terakhir yang lebih banyak dinasihati, lebih banyak ‘tak mengerti’, lebih sering diperhatikan (katanya), dan mitos-mistos lain yang berkait dengan anak terakhir. Terlepas dari semua itu, tersimpul sebuah makna bahwa aku tak pandai memberi wejangan, solusi, atau pun nasihat. Teruntuk saudari-saudariku maafkan lidahku yang kadang ketika memberi nasihat tak mengenakkan hatimu, sesungguhnya aku masih belajar untuk memahami kamu dan orang-orang di sekelilingku, dan aku lemah dalam hal paham-memahami tapi aku adalah saudarimu jadi aku harus belajar untuk itu.
-
Malam itu, aku masih berusaha muraja’ah bagian awal materi ujian yang harus kupersiapkan untuk besok siang. Masih pukul 8 malam, namun pintu kamarku sudah kututup dan kukunci dengan harapan ingin konsentrasi tanpa ada yang menggangu. Selang beberapa waktu suara ketok pintu yang sebenarnya tak kuharapkan itu bersaut juga, “Iya sebentar” jawabku. Sudah bisa kulihat raut wajahnya, “Aku pengin curhat” katanya. Sementara aku masih sombong dengan ogah-ogahan membalas perkataannya, “Ah besok ujian, aku harus belajar” begitu kalimat yang tersimpan dalam hati. Tapi ah yasudahlah, mungkin dia butuh aku seperti ketika aku butuh dia, aku mulai memasang muka sedikit lebih indah ketika diajak bicara. Berikut percakapannya…
“Ada apa?”
“Aku takut kehilangan seseorang”. Lalu dia mulai menampakkan kesedihan dari raut muka dan air yang tersimpan dalam matanya. Dalam posisi ini aku masih sempat memikirkan “aduh ujianku”. Ah begitu sombongnya manusia kerdil ini.
“Aku sebenarnya males harus merasakan hal seperti ini, tapi aku…”. Lalu ia melanjutkan keluh kesahnya padaku.
-
Stop, cukup curhatnya kutulis di sini. Aku yakin kalian tahu apa yang saudariku ini ceritakan. Secara garis besar ia takut kehilangan seseorang yang bukan pacarnya, hanya teman biasa, tapi dia nyaman dan dia suka.
-
Jawaban atas keluh kesah saudariku di atas terangkum dalam tulisan selanjutnya…
-
Aku jadi teringat beberapa orang yang terjebak dalam situasi seperti ini รจ tidak terikat dalam pernikahan, tidak pacaran (ini nggak boleh ya), tapi dia baper, dia suka sama seseorang dan dia selalu bilang “dia baik banget sama aku”. Ingin sekali aku menjawabnya “helloo, ukhty dia itu baik sama semua orang, dia ingin selalu terlihat baik di mata orang, apalagi sama akhwat secantik kamu, karena ikhwan yang baik gak akan mungkin gituin kamu”. Di situasi seperti ini cewek bakal nyalahin cowok kenapa dia istilahnya ‘memberi harapan’, sadar ukh kali aja kamu yang kebawa perasaan alias BAPER! Di sisi lain ikhwan juga gak boleh caper lah sama akhwat, lha wong fitrahnya akhwat itu punya tingkat baper yang lebih tinggi. Jadi ikhwan yang tegas, pun akhwat juga begitu. Bagaimana caranya? Khususon akhwat ni. Nanti kita bahas ya!

Jodohmu sudah disimpan oleh Allah, tinggal bagaimana kamu mengikhtiarkannya. Mau diambil dengan jalan yang baik apa yang buruk. Mau diukir dalam cerita yang romantis dan tak terduga-duga atau standar cerita yang mudah ditebak? Ukirlah cerita yang baik agar generasimu kelak adalah generasi yang baik pula.
-
Tak salah kita mengagumi lawan jenis, tak salah pula kita menyimpan rasa kepadanya. Tapi apakah dengan menyimpan rasa dalam diam akan mendatangkan kebaikan bagimu? Jika jawabannya ia menambah baper, koreksi lagi apa saja yang kamu lakukan, macam apa doa yang kamu kirimkan? Sejatinya menyimpannya dalam doa bukan semata-mata agar dia menjadi milikmu, karena yang kamu idam-idamkan belum pasti menjadi yang terbaik dalam hidupmu. Cobalah ikhlaskan,  ia yang kamu harapkan dengan mengganti doa agar Allah datangkan ia yang terbaik untukmu. Cobalah berdoa dengan lebih pasrah, dengan lebih menghamba agar kamu bertemu dengan orang yang bisa memahamimu, yang mampu menerima masa lalumu, yang baik akhlak dan agamanya seraya bisa membimbingmu ke surga-Nya.
-
Ya. Tidak mudah dan kamu mungkin mencoba untuk beralibi “kamu nggak tahu apa yang aku rasakan”. Aku pernah merasakannya, tapi aku belajar untuk tidak mengulangnya, aku simpan baik-baik pelajaran itu, dan akan aku ceritakan ketika saudariku butuh tahu masa laluku. Sebuah awal memang selalu menyusahkan, namun jika kamu bertekad untuk tidak mengingatnya dan lebih mendekat kepada Yang Memberi Perasaan, maka Allah akan memudahkan itu. Dekatilah Allah dengan niat benar-benar ingin menemukan cinta-Nya, jangan mendekati karena hanya ingin dia yang kaucintai. Ingat! Sebuah awal itu memang susah, jika di tengah jalan mulai goyah, jangan mudah menyerah. Tingkatkan ibadah, niscaya kau akan temukan cinta yang begitu indah.
-
Mendapat jodoh yang terbaik? Pasti menjadi keinginan setiap akhwat. Jika kamu juga, ayo berusaha untuk menjadi baik, dengan lebih ikhlas dan pasrah tanpa mengurangi ikhtiar kita kepada Allah.
-
Seperti inilah masalah kita (akhwat usia 20-an), aku yakin mereka juga punya problema seperti ini. Hanya saja ada yang tidak menampakkan masalah ini sehingga orang-orang tak tahu kalau saudarimu juga pernah ‘baper’ atau ‘galau’. Jadilah akhwat seperti saudarimu yang tangguh itu!
-


Begitulah aku ketika menjadi sahabatku. Terimakasih sahabatku telah bercerita panjang di suatu pagi yang penuh arti kemarin hari. Terimakasih juga kepada saudari sahabatku. Sehingga aku dapat bercerita sepanjang ini. Semoga ada makna dalam rangkaian kata. Aku pun punya hikmah dari sebuah peristiwa. Suatu saat akan aku ceritakan kepadamu ukhty, aku janji. Semoga Allah masih memberiku kesempatan untuk menceritakannya.

Sabtu, 12 Maret 2016

5 Alasan Kenapa Musti Wirausaha?



Niatan buat jadi ‘pebisnis’ udah muncul sejak aku lulus SMA.  Waktu kelas 3 ingat banget kalau sering dijadikan teman-teman kelas sebagai jasa penulisan cerpen, jasa browsing nyari tugas (haha), dan bisnis yang sebenernya agak curang lainnya. Dari situlah aku berpikir, wow dapet duit, bisa beli pulsa sendiri, ulala. Lulus SMA dengan nilai UN bahasa Inggris yang tak meloloskan untuk masuk STAN (sampai saat ini masih ngebet buat kuliah di sana, tapi inget usia jadinya cuman angan-angan saja haha) akhirnya mikir ulang buat nggak kuliah aja, aku ngomong sama ibuk “buk aku modali usaha wae, ora usah kuliah, piye?” (buk aku dimodalin usaha aja, engga usah kuliah gimana?). Tapi ternyata tak semudah itu untuk meyakinkan ibuku. Akhirnya daftar SBMPTN dan terdampar disini deh hehe.
Ketika sudah menjalani dunia anak rantau yang begitu kejam ini, aku bener-bener bisa ngerti gimana susahnya bapak nyari uang. Melakukan penghematan dari berbagai lini akhirnya bisa kulakukan juga. Nah dari situlah timbul keinginan untuk mulai jualan. Dari jualan tahu bakso, jus, es, dan akhirnya sekarang belum jualan lagi. Sampai saat ini semester 4 ada ide yang belum bisa tereksekusi karena terkendala modal, ada keinginan untuk minta modal ke bapak? Tapi ya kali. Ya udah nabung dulu dari usaha yang lain untuk modal. But by the way, kenapa ya aku ngebet banget buat punya usaha sendiri? Padahal aku nggak begitu punya bakat dagang yang baik, tapi setidaknya aku bisa belajar dari bapak yang usahanya Alhamdulillah udah bertahun-tahun bertahan. Aku belajar dari teman-teman yang jaga Waroeng Kreatif, dan relasi-relasinya.
Yups alasan kenapa musti wirausaha adalah...
  1. Mikir kalau udah punya anak
“Mundak umur, mundak akale” (Tambah usia, tambah akalnya). Ya usia 20 tahun memberi dampak yang sangat signifikan terhadap rencana untuk masa depanku. Menjadi sangat wajar ketika di usia ini para wanita memikirkan tentang kehidupan berkeluarganya nanti eaa. Yuhu di masa-masa menunggu jodoh inilah saatnya kita para wanita memperbaiki diri, memantaskan kepada jodoh yang kita inginkan (eh lah malah bahas ini). Yang ada dipikiranku saat ini adalah, kalau aku punya anak nanti sementara aku kerja dari pagi sampai sore, anakku sama siapa? Siapa yang bakal nemenin dia belajar? Padahal di usia golden age (sekitar 2-4 tahun) anak itu lagi kepo-keponya, lagi aktif-aktifnya, nah aku pengin banget di usia yang masih dini itu biar aku sepenuhnya yang mendidik dia. Biar aku langsung yang lebih intensif nemenin dia main. Trus hubungannya sama wirausaha? Dengan berwirausaha kita masih bisa punya kegiatan dan membantu suami kan, dengan punya usaha sendiri aku kira pekerjaan kita lebih fleksibel. Nggak terikat pada jam kantor, ya kan? Dear anak-anakku kelak, yang sedang mama kerjakan saat ini untuk kalian nak :D
Bukti yang paling pasti ni yah, nggak jauh-jauh keponakanku sendiri. Mbakku nggak kerja, sepenuhnya dia jadi ibu rumah tangga, tapi semoga sebentar lagi bisa buka cathering ya mbak pa hehe. Di usianya yang sekarang 3 tahun, ponakanku udah pinter banget, beda sama anak-anak seusianya yang lain. Shieza Alhamdulillah udah hafal gerakan sholat, beberapa surat pendek, doa-doa harian, udah bisa niruin tulisan juga. Dari siapa dia udah bisa kek gitu kalo bukan dari ibu kandungnya?
But semua adalah pilihan masing-masing, jadi calon ibu yang baik ya ukhty :)
  1. Buka lapangan kerja baru
Sadar banget saat ini belum bisa berkontribusi untuk lingkungan sekitar. Dengan kita berwirausaha kita bisa rekrut orang-orang sekitar yang lagi butuh kerjaan. Emang siapa sih yang nggak pengin bermanfaat buat orang? Apalagi kalau sebagian keuntungan didonasikan untuk kegiatan sosial. Dari dulu pengin banget oneday aku punya Yayasan Pendidikan yang di dalemnya ada beasiswa untuk anak-anak kurang mampu.
  1. Nggak makan gaji buta hehe
Terkadang kita suka takut pekerjaan kita nggak amanah, ada kong kalikong di dalem instansi/ kantor tempat kita bekerja. Oke sih gajinya emang gede, tapi kalo udah ada sedikit aja yang nggak bersih kayaknya nggak tenang ya hidup kita. Nah gimana kalo punya usaha sendiri? Tentunya kita sendiri yang mengatur dan mengelola sesuai dengan tata cara yang benar.
  1. Kalau usahanya bareng suami, nggak bakal jarang ketemu
Aku kira akan lebih bagus kalau usaha yang kita jalankan dikelola bareng suami. Lebih sweet juga, tiap hari nggak perlu telpon-telponan nanyain “udah makan belum pa?” Haha (hemat pulsa). Bagaimanapun suami-istri punya kepercayaan yang lebih dari pada orang lain. Jadi kalau kerja sama nggak perlu meeting-meeting di restoran. Di dapur aja udah kelar, makanannya masakan istri (nggak boros kan? haha).
  1. Tak terikat, lebih bebas
Kalo punya usaha sendiri kita nggak bakal terikat dengan aturan-aturan dari kantor. Kadang aturan yang dibuat di kantor nggak srek sama hati kita, nah jatuhnya kerjaan jadi nggak total, setengah-setengah, nyari kerjaan lain lagi deh.
Nah itu alasanku kenapa pengin punya usaha sendiri. Jadi wirausahawan/wirausahawati nggak selalu mempermasalahkan soal keuntungan yang di dapat akan lebih banyak, tapi kadang ada alasan lain yang lebih meyakinkan untuk tetap belajar meraih apa yang diinginkan. Ingat Jar, bahwa nggak mudah untuk meraih apa yang kamu inginkan, so tetap fokus pada 5 alasan yang kamu yakini akan membawa sebuah kebaikan nantinya. Tetap semangat dan jaga kesehatan. Semoga selalu tersemangati dengan pilihan yang sudah kamu pilih. Laa tai’asu Jar!

SBMPTN, SEBUAH AWAL DARI MIMPIKU



Assalamualaykum adek-adek. Gimana nih kabarnya? Udah sejauh mana kalian mempersiapkan ujian nasional? Ah sembari mempersiapkan UN, pasti kalian juga sangat antusias kan untuk menyambut SNMPTN dan SBMPTN? Yups, aku dulu juga gitu. Saking semangatnya pengin ngerasain bangku perguruan tinggi sampai lupa kalau harus lebih giat lagi belajarnya untuk UN ups hehe semoga kalian nggak kayak gitu ya. Sebelumnya adek-adek pasti udah tahu bedanya SNMPTN, SBMPTN, dan UM? Kalau belum tahu tanya guru BK ya hehe, kalau dari guru BK belum jelas juga browsing dek, tapi kalau nggak punya kuota internet bisa tanya kakak kelas kalian aja, insyaAllah Mbak Hajar bersedia :)
Hemm, banyak yang bilang anak-anak yang lolos jalur SNMPTN itu adalah anak-anak yang beruntung karena nggak harus ikut tes seleksi untuk masuk perguruan tinggi. Tinggal setor nilai aja ya, haha tapi nggak semudah itu loh dek. Mungkin ada sebagian yang memang beruntung, tapi dibalik keberuntungannya pasti ada usaha yang Ia lakukan dengan sungguh-sungguh. Untuk kalian yang nanti nggak lolos jalur SNMPTN, tenang dek masih ada jalur SBMPTN dan UM. Ah tapi jalur SBMPTN katanya soalnya susah-susah kak, pesimis nih u,u. Gimana mau lolos kalau kalian udah nggak semangat gitu? Nih, temenku punya kisah seru perjuangan SBMPTNnya yang sepertinya akan memotivasi kalian untuk semangat belajar lagi setelah UN selesai :)
Temenku yang pertama namanya Galih Widi Astuti (Lulusan terbaik SMANCA IPA tahun 2014), saat ini Mbak Galih Alhamdulillah sudah memasuki semester 4 prodi Pendidikan IPA Universitas Negeri Yogyakarta, mau tahu kisahnya? Selamat membaca...
Masa SMA masa paling seru, masa mencari jati diri, masa jungkir balik memperjuangkan impian. Meskipun perjuangan itu akan lebih terasa dan lebih hebat lagi setelah sebuah kunci berhasil kita peroleh. Iya, dimasa itu ibarat batu loncatan kita untuk akhirnya kamu akan menemukan kunci untuk membuka gerbang menuju jalan masa depanmu.
Tahun 2014 aku melepas seragam putih abu-abuku dan memulai dunia baru yang lebih luas dengan jalan juang nyata. Dunia yang sebelumnya hanya angan kosong untukku. Bukan tanpa perjuangan aku meraihnya. Meskipun impian yang kuraih itu sederhana, tapi dengan jalan yang akan menuntunku ini aku  bahagia menapakkan kaki dan malalui semua proses.
Untuk sampai pada jalan ini aku harus melewati sebuah tantangan besar yang membuat kebanyakan siswa tak terkecuali aku takut untuk menempuhnya. Ujian Nasional SMA, banyak cerita yang masih terkenang tentang manis pahitnya sebuah perjuangan. Resep umum untuk lulus dari tantangan wajib itu tentu saja belajar. Belajar untuk Ujian Nasional menurutku tidak bisa disamakan dengan belajar untuk menempuh UAS atau UTS. Bagiku belajar untuk UAS / UTS dengan sistem wajangan itu tidak menjadi masalah. Soal UAS/UTS bisa dijawab dengan lancar dan tenang asalkan kita benar-benar mendalami materi di malam sebelum ujian itu. Eh, tapi bukan berarti aku mencontohkan bahwa untuk menempuh UAS/UTS lebih baik menggunakan sistem belajar kebut semalam lho hehe..tentu saja sistem belajar dengan menyicil pendalaman materi setiap hari itu akan jauh lebih baik dan lebih dapat mengasah otak. Dalam konteks ini aku membandingkan dengan siatem belajar untuk menempuh UN. Ya, sistem belajar untuk UN bukan lebih baik lagi tapi harus menggunakan sistem belajar dengan mendalami materi secara sedikit demi sedikit dan benar-benar dipahami dengan baik. Konsekuensinya kita harus memulainya dari jauh2 hari sebelum UN tiba. Hem,karena biasanya aku menggunakan sistem belajar kebut semalam maka banyak materi yang tidak banyak kuingat sampai aku menduduki bangku kelas 9. Jadi dari awal kelas 9 sudah mulai cari buku-buku kelas 7 dan 8 lalu aku mulai baca-baca sedikit demi sedikit. Yang terpenting supaya belajar lebih praktis, kamu harus tahu KD2 atau pokok2 bahasan yg akan keluar buat UN. Biasanya sih sekolah sudah memprediksi soal-soal yang akan keluar. Kamu bisa tanyakan pada guru pengampu setiap mapelnya.
Nah, belajar juga bisa dicicil di sekolah kok. Kegiatan les tambahan itu adalah salah satu kesempatan tambahan juga buat kamu agar lebih memahami materi yang akan diujikan. Kuncinya adalah kamu harus menyimak dengan baik penjelasan dari guru, karena di saat les terkadang guru akan memberi trik-trik khusus untuk menyelesaikan soal. Les tambahan juga memberikan kesempatan baik bagi kamu untuk bertanya pada guru pembimbing tentang materi yang belum dipahami. Alangkah lebih baik jika sebelum les atau jam pelajaran biasakan diri untuk membaca materi terlebih dahulu karena bagiku cara tersebut dapat membuat lebih bersemangat dan berminat dalam menyimak materi yang akan disampaikan guru. Apalagi jika ada hal yang perlu ditanyakan pada guru itu mengindikasikan bahwa kamu sudah lebihh paham pada materi yang disampaikan.
Selain belajar dan terus belajar jangan lupa terus lihat kalender, untuk memastikan sisa hari sebelum UN telah kamu siapkan dengan sebaik-baiknya. Diluar semua hal penting itu, ada hal yang jauuuh lebih penting. DOA.Yang wajib sudah tentu tidak boleh ditinggalkan. Yang sunnah kalau bisa dijalankan dan ditingkatkan. Memang bnyak yang bilang alimnya pas mau ujian aja. Hem, dari pada mau ujian pun pintu hati masih tertutup, itu justru lebih buruk. Aku selalu ingat denga kaliamt ini "mintalah dengan sabar dan sholat". Jadi, kalau kamu ingin mendapat lebih maka berdoanya juga harus lebih semangat lagi. Jangan lupa untuk minta doa restu orang tua, minta mereka untuk mendoakan segala proses yang harus kita lewati. Kita berdoa untuk dikuatkan mentalnya supaya tetap tenang menghadapi UN, memohon kepada Allah untuk dimudahkan pemahaman materi UN, dan mohonlah agar dilancarkan dalam menjawab setiap soal sehingga kita lulus dengan nilai yang baik hehe. Pokoknya doa itu sangat penting untuk menghadapi UN. Doa akan memberikan semangat spiritual kita. Bahkan pergerakan tangan kita saat melingkari lembar jawab pun tak lepas dari kuasa-Nya. Jadi jangan sedikit pun meremehkan kekuatan doa ya sob.
Pengalaman nih, waktu UN kimia, jujur tidak ada 10% soal yang yakin bisa kujawab dengan benar. Soal yang keluar ternyata tidak seperti dugaan sebelumnya. Tidak seperti yang biasanya dikerjakan saat les tambahan atau pelajaran harian. Kukira cuma lembar soalku saja yang bermasalah, ternyata teman-teman yang lain juga meraskan hal yang sama. Berkat kekuatan doa, aku mendapatkan nilai yang lebih dari cukup untuk mapel kimia. Ini bukan rekayasa, tapi ini benar nyata. Jadi teman, persiapan doa adalah hal terpenting diluar ikhtiar kita yang lainnya. Bagaimanapun juga kerja otak kita, daya serap otak kita, semangat belajar kita tak terlepas dari kehendak Tuhan. Yang lebih tidak kusangka adalah ketika aku mendapat ranking 1 paralel saat kelulusan SMA, padahal sebelumnya ketika ujian semester aku tidak pernah mendapatkannya. Itu semua berkat DOA sob.
Masalah klasik yang sering dihadapi sebagian besar siswa setelah lulus ialah memilih dimanakah ia akan melanjutkan masa depannya. Masalah itu juga sempat kualami. Konsultasi kesana kemari, tapi bukannya menemukan titik terang justru hal itu menambah kebimbangan dan ketidakpercayaan diri.Terlebih setelah mengetahui bahwa aku gagal dalam jalur SNMPTN. Sempat putus asa, bagaimana tidak? SNMPTN. Jalur pertama masuk PTN gagal kutembus. Tapi rasa putus asa itu sesegera mungkin aku buang. Aku yakin, rahasia Allah dibalik semua ini adalah jauh lebih indah dari yang aku bayangkan. Sempat terlintas untuk mencoba mendaftar di PTS, tapi selama masih ada jalur lain ke PTN aku belum tertarik untuk mendaftar di PTS. Haduh, anak buruh seperti aku bisa-bisa di DO sebelum lulus karena gak bisa bayar administrasi hehe. Dan akhirnya aku melanjutkan perjuanganku di jalur SBMPTN, konsekuensinya ya aku harus belajar lagi untuk mempersiaptan tes SBMPTN.
Aku memulai dengan melihat tipe-tipe soal SBMPTN di buku-buku dan website di internet. Ternyata belajar untuk lolos SBMPTN lebih keras dari pada belajar untuk lulus UN.Begitupun dengan doa yang kupanjatkan juga lebih kuat. Semua ini kulakukan untuk masa depanku, untuk keluargaku.
Cara belajarku untuk lolos SBMPTN tidak jauh berbeda dengan cara belajar untuk lulus UN. Jujur aku hanya belajar dengan satu buku kumpulan soal SBMPTN saja. Ada beberapa teman yang belajar di bimbel. Tapi tak sedikitpula yang memilih untuk belajar sendiri menggunakan buku-buku tertentu. Aku salah satunya. Belajar untuk lolos SBMPTN tidak melulu lewat bimbel kok. Dengan kepercayaan diri untuk belajar giat dan doa yang kuat insyaAllah kamu bisa. Hem, pertama mendapat buku itu aku langsung melihat bagian-bagian mana yang harus aku pelajari dengan serius. Ada satu trik yang aku lakukan untuk belajar dalam mempersiapkan SBMPTN dulu. Aku menghitung jumlah halaman yang sudah aku pilih dan harus aku seriusi dalam buku peganganku. Setelah itu kita sesuaikan dengan jumlah hari yang tersisa sampai hari H SBMPTN tiba. Sehingga kita bisa menetapkan jumlah lembar buku yang harus kita pelajari tiap harinya.
Yang lebih terpenting dari segalanya adalah kembali pada hakikat diri kita. Kita makhluk Allah. Kita boleh bermimpi, tapi Allah lah yang memiliki kuasa untuk mewujudkan mimpi kita. Jadi teman, jangan lupa untuk terus meminta pada-Nya. Bagaimanapun doa sangat menentukan hal-hal yang akan kita lakukan. Saking takutnya tidak lolos SBMPTN, saran dari seorang guruku, aku membawa air cucian kaki ibuku dan aku bawa saat ujian SBMPTN diselenggarakan. Tidak hanya membawanya aku juga meminumnya saat aku mengerjakan ujian seleksi itu. Hem, dahsyatnya kekuatan doa, soal fisika tak satupun bisa kukerjakan . Soalnya sungguh jauh berbeda dengan soal UN, aku hanya menjawab 3 soal itupun asal-asalan. Tapi sungguh tak terduga aku lolos SBMPTN di pilihan pertamaku jurusan Pendidikan IPA Universitas Negeri Yogyakarta. Kembali kekuatan doa kurasakan. Dan kini, aku tahu rahasia yang Allah simpan untukku lebih indah dari yang kubayangkan. Aku kuliah tanpa melibatkan sepeserpun rupiah dari orang tua. Hal terindah yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Kini giliran kalian untuk berjuang dalam doa dan ikhtiarmu. Yang harus kalian ingat adalah jangan mencoba kecurangan dalam bentuk apapun. Jangan biarkan kecurangan itu merajai hati dan pikiranmu. Percayalah pada diri kalian sendiri. Kecurangan itu pasti akan berbuah pahit di masa depanmu. Selamat berjuang dan selamat menitih masa depan :)


Kamis, 21 Januari 2016

Ibuk



Dari judulnya aja udah pengin nangis, ngomongin sosok ini ga akan ada habisnya. Karena bagiku ibuklah satu-satunya orang yang punya kepedulian, kekhawatiran, dan rasa sayang lebih besar dari yang lainnya. Di postingan beberapa waktu yang lalu aku nyeritain sosok bapakku sang superheroku, sekarang giliran ibukku :)

Namanya Armiyah, sehari-harinya lebih banyak di rumah mengurus semua yang ada di rumah. Ibuk buatku wanita super, dari pagi sampai pagi lagi ibuk melaksanakan tugas sebagai istri dan ibu dengan baik. Meskipun ibuk ga bekerja, tapi ibuk adalah ‘tangan kanan’ bapak dalam menjalankan semua pekerjaan bapak. Dari mulai kerjaan di sawah, bisnis kerupuk, sampai ketika musim tembakau tiba ibuk selalu membantu bapak. Bukan hanya membantu tapi aku rasa ibuk juga menjadi penyemangat, pengatur keuangan, dan motivator untuk bapak. So sweet... benar juga dibalik seorang pria sukses ada wanita di belakangnya. Yups that’s my mom.
 (Bapak dan ibuk)
Hmm, saking banyak yang pengin aku ceritakan sampai bingung mau mulai dari mana dulu. Selama aku kuliah yang akhirnya harus berjauhan dengan ibu, begitu banyak peran ibu yang secara ga langsung aku lakukan juga. Tiap pagi harus masak nasi, buat teh anget sendiri (kalo di rumah biasanya udah dibuatin), mikir harus makan apa hari ini, mengatur keuangan tiap bulan yang harus cukup sesuai jatah bulanan. Kehidupan baru ini memeberiku banyak pelajaran untuk menjadi istri dan ibu suatu saat nanti haha.
Semenjak kuliah memang aku merasakan betul kasih sayang seorang ibu, masih inget banget ketika aku diantar keluarga untuk pindahan ke kos. Ibu berkaca-kaca ketika kita saling berpamitan, hari itu aku akan berjauhan dengan bapak dan ibu. Kenangan itu masih sangat membekas, aku baru tahu rasanya seberat itu berjauhan dengan dua pahlawanku. Tiap kali aku pulang, ibu akan membuatkanku tempe mendoan, kadang nasi megono, tak jarang juga menanyakan mau makan apa atau mau beli apa. Semenjak kuliah juga aku tahu ibu tak pernah absen bangun lebih pagi untuk shalat malam, ada doa yang selalu ibu panjatkan untuk semua anak-anaknya. Tiap kali aku pulang juga, ibu tak pernah membangunkanku lebih awal. Selama pulang aku selalu tidur bersama ibu. Ibu paling tahu ketika aku tidur dan mendapati kamar gelap entah karena mati lampu aku kaget dan akan berteriak ketakutan haha. Oleh sebab itu, tiap pagi ketika ibu mematikan lampu kamar ibu pasti menghidupkan senter.
Ibuku adalah tipe ibu pemikir jangka panjang. Pengatur keuangan rumah tangga yang baik. Hidup sederhana dengan kebahagiaan yang luar biasa. Ketika aku sudah menjadi istri dan ibu nanti aku ingin menjadi seperti ibuku. Ketika sudah berkeluarga akan ada banyak keperluan-keperluan yang ga tahu kapan datangnya, dan karena itulah ibu punya 3 tabungan sekaligus, 1 tabungan di bank, dan 2 tabungan lainnya ditabung di celengan. Dalam sehari 2 tabungan itu pasti terisi. Dan baru aku tahu juga terkadang tabungan itu ibu gunakan untuk membelikan baju atau kerudung untukku dengan alasan biar aku ga bingung mau pakai baju apa kalau kuliah. Ibuku adalah ibu paling pengertian sedunia J.  Yups kegagalan ekonomi keluarga pernah kami rasakan, ibu belajar dari kegagalan masa lalu. Dan kamipun kini hidup sederhana, meskipun ibu punya simpanan yang cukup, tapi kalau urusan menu makanan tiap harinya ga pernah mewah-mewah. Meskipun sekali waktu ketika bertepatan ada hajat desa ya ibu akan membelikan menu yang sedikit mewah. Ibu sangat perhitungan dalam segala hal, tapi ibu ga pelit. Berbagi selalu menjadi hobi ibuku ketika kami mendapat rejeki yang lebih.
Aku banyak belajar dari ibuku, masih banyak hal-hal lain yang semoga bisa aku terapkan suatu saat nanti. Tak perlu ucapan sayang buk, aku menyayangimu lewat doa-doa dan segala perilaku yang  kutunjukkan sebaik mungkin meskipun tak jarang aku masih menyakitimu J

Aku dan Kisah Hijrahku...



Izinkan aku untuk sedikit membagi cerita tentang bagaimana proses hijrah yang sampai saat ini pun belum sempurna, tak ada yang bisa sempurna selain Allah bukan? Jadi sampai kapanpun semoga Hajar tetap berjalan dalam sebuah kebaikan yang hakiki yang diniatkan sepenuhnya karena-Nya. Aamiiin :)
1.      Kos Perantara Hijrahku Bermula
Allah tak pernah salah menempatkan hamba-hambanya pada sebuah kesempatan yang baik, lingkungan yang baik, teman yang baik, ilmu yang baik, semua yang terbaik. Begitupun denganku, lulus SMA menjadi tonggak perjuangan sesungguhnya, tuntutan sekaligus keinginan yang mendorongku untuk tak puas menimba ilmu sampai bangku SMA saja. Mungkin aku adalah sebagian orang yang beruntung ketika lolos SBMPTN dua tahun lalu, ketika tak banyak dari teman-teman seangkatanku yang akhirnya bisa masuk ke Perguruan Tinggi Negeri. Yap, waktu itu Perguruan Tinggi Negeri menjadi Universitas idaman untuk kami. Meskipun sebenarnya bagiku melanjutkan studi dimana saja jika diniatkan karena suatu kebaikan, insyaAllah hasilnya juga baik.
Akhirnya, aku meninggalkan kampung halaman dengan begitu banyak harapan. Seolah aku menjadi titik tolak keluarga, meskipun dari awal Bapak selalu meluruskan bahwa keinginan Bapak menyekolahkanku bukan karena pekerjaan yang nanti akan aku dapatkan setelah wisuda tapi karena ilmu. Tapi bagaimanapun aku anak teakhir, satu-satunya anak yang bisa merasakan pendidikan sarjana. Aku tak mungkin mengecewakan keluargaku, segala upaya aku usahakan semaksimal mungkin meskipun memang untuk beradaptasi di kota Solo ini begitu sulit bagiku. Rasa rindu yang teramat mudah datang begitu saja menjadi musuh terberatku di sini.
Sampai di kamar kos, tak begitu luas, gelap tapi sudahlah kamar ini sekarang menjadi kamarku yang akan menjadi saksi perjuanganku empat tahun ke depan. Aku mulai menata kamar, memberi hiasan di dinding, sok sok menulis impian di dinding kamar. Lalu aku mencoba mengakrabkan diri dengan teman-teman satu kosku. Ada 16 orang yang menempati kos ini, lebih banyak kakak-kakak tingkat di lain prodi yang masih satu fakultas denganku. Aku terkesima, aku heran ketika melihat mbak-mbak berjilbab besar dan berkaos kaki. Lama kelamaanpun aku mengenal mereka, menjadi bagian dari keluarga kos, dan mengikuti apa yang mereka lakukan. Aku mulai belajar memakai kerudung didobel, memakai kaos kaki kalau keluar, rutin matsuratan (dzikir pagi-sore), dan hal-hal lain yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Aku mendapatkan benyak pelajaran hidup bersama mereka. Dan inilah awal proses hijrahku. Namun ada beberapa hal yang menyebabkanku harus pindah dari kos yang telah menjadi perantara hijrahku ini. Semoga mbak-mbak dan teman-teman di kos IKHLAS selalu menjadi penerang-penerang yang akan membawa orang-orang sepertiku ke jalan yang lebih baik, maaf selama setahun bersama kalian aku belum bisa menjadi tetangga dan teman yang baik.

2.      Jatuh Hati dengan SKI.
Awal semester masih sering pulang, tapi aku mencoba untuk menahan rindu dan membiasakan diri agar tidak pulang-pulang terus. Ongkos untuk pulang-balik pun juga tak murah. Aku belajar mengatur uang saku yang tak banyak tapi tak sedikit, sedang. Maklum saja aku bukan mahasiswa penerima beasiswa, entah karena aku yang terlalu bodoh atau bagaimana tapi sampai semester 3 ini aku belum mendapatkan beasiswa, semoga di semester selanjutnya aku bisa sedikit meringankan Bapak Ibu dengan beasiswa, aamiiin. Ibu selalu mewanti-wanti agar tidak boros dan hidup sederhana. Tapi terkadang aku melanggar nasihat ibu. Kadang aku membeli makanan yang agak mahal, ayam atau lele misalnya, meskipun Ibu pernah bilang “kalau pengin ya nggak papa”. Tapi bagiku itu melanggar, seharusnya aku bisa menabung tapi malah kubelikan sesuatu hanya untuk pemuas perut. Kadang aku membelanjakan uang saku untuk membeli kerudung, ibu selalu bisa memaklumi itu. Karena bagaimanapun juga aku anak perempuan yang kini sudah beranjak umurnya, tahu sendirilah sesederhananya seorang wanita masih membutuhkan pakaian yang layak kan? Hehe.
Satu semester telah berlalu, hasilnya tak begitu memuaskan. Jujur saja aku belum bisa beradaptasi dengan mahasiswa lain yang katakanlah otaknya lebih encer, public speakingnya lebih tokcer, pengalamannya juga lebih luber. Ah sudahlah tak apa, tak perlu menyesali usaha yang kuanggap sebagai usaha paling maksimal itu, semester depan harus lebih maksimal. Satu semester awal ini aku belum begitu aktif dalam organisasi kampus, masih mencari organisasi apa yang cocok denganku. Kalau diingat aku ini mantan Ketua OSIS, banyak yang menyarankan ikut BEM saja iya ikut BEM saja. Aku mengikuti sekolahnya, bahasa mudahnya magang untuk menjadi anggota BEM. Sejak pertemuan pertama, hatiku sudah berkata “nggak jadi ah”, terlalu keras jika aku disini. Meskipun banyak orang keren di sini, tapi kuurungkan niatku untuk menjadi keluarga BEM fakultas, sekolah pengkaderan BEM hanya kuikuti beberapa kali saja. Banyak kakak tingkat yang terus mengajak untuk mengikuti UKM yang ia ikuti, aku masih kekeuh untuk menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang kuliah-pulang).
Sampai pada akhirnya aku sadar, aku bosan dengan rutinitas perkuliahan yang sering  ditinggal dosen, dosen telat, dan lain sebagainya. Aku harus ikut UKM. Hmm aku jadi teringat sebelum ikut sekolah BEM, aku pernah mendaftar teater, baru pertama kali pertemuan saja lagi-lagi hatiku berkata “nggak jadi ah”. Sejak saat itu aku tak meneruskan proses latihan. Aku terus berusaha mencari dimanakah tempat yang akan kusinggahi. Setelah mengalami frustasi yang cukup panjang, aku mencoba mendaftar SKI (Sentra Kegiatan Islam). Keputusan untuk mendaftar UKM ini tak luput dari peran mba-mba kos Ikhlas, mereka yang menjadi perantara untuk aku mencoba memperbaiki diri.
Tak mudah untuk langsung menempatkan diri di tempat baru, harus beradaptasi dengan mba-mba yang jilbabnya menjulur sampai kaki, teman-teman seangkatan yang juga sudah punya bekal pengalaman di rohis, membiasakan diri dengan menggunakan bahasa arab semetara aku in anak Bahasa Indonesia yang kalau kuliah punya slogan “Aku cinta bahasa indonesia, aku bangga bahasa indonesia, bahasa indonesia luar biasa”. Aku minder dengan beliau-beliau yang sudah baik, sementara aku? Ah belum lagi kalau syuraa’(rapat) ikhwan (cowok) sama akhwat (cewek) harus dibatasi pakai kain atau papan, pertama kali harus seperti itu memang aneh, tapi perlahan aku tahu mengapa harus seperti itu. Tapi aku pernah dengar ada mba yang pernah bilang “hijrah itu proses, nggak bisa langsung menjadi baik”. Aku pakai slogan itu untuk menyemangati hari-hariku di lingkaran ini.
Masih begitu sulit untuk menjadi bagian dalam organisasi ini, sampai di pertengahan kepungurusan aku putuskan untuk resign di periode berikutnya. Begitu banyak kegiatan yang harus kuikuti. Aku mantap untuk tak melnjutkan perjuangan dakwahku ini. Bulan Desember menjadi titik penting segala keputusan yang akan aku jalani, aku tak akan bersama teman-teman seperjuangan yang begitu baiknya memperlakukanku, mba-mba yang selelu menyemangati kapanpun ketika aku mulai lelah, mereka setia membantuku, mereka tak lelah untuk mengajakku dalam langkah-langkah yang baik. Lalu aku yang diperlakukan begitu baiknya mau meninggalkan mereka? Ternyata tidak mudah untuk meninggalkan lingkaran ini. Oprec pengurus sudah dimulai, pamplet dan jarkom sudah disebar dimana-mana. Semula aku acuh, tapi mereka jugalah yang menyadarkanku untuk tetap tinggal bersama mereka, meneruskan perjuangan dakwah bersama. Aku jatuh hati dengan organisasi ini, meskipun aku tak sefamiliar Nadyatul Husna misalnya haha, aku akan berjuang sebisaku, sekuat tenaga yang ada, sebanyak waktu yang tersisa. Bismillaah :)

to be continue... [kalau ada kata yang kurang berkenan mohon maaf, manusia tempatnya salah, mohon saran dan kritiknya :)]