Jumat, 04 November 2016

Hai, akhwat 20an!

-Jangan Baper, Dia Baik Sama Semua Orang-

6 bulan ba’da peristiwa itu. Kini sahabatku jauh lebih baik dalam hal berpikir, bersikap, dan membuat sebuah tindakan. Aku mendengar cerita ini dalam sebuah pagi yang penuh arti. Untuk memudahkan memahami alur cerita, maka aku ambil alih peran sahabatku sebagai aku. Selamat mengambil hikmah atas terjadinya sebuah peristiwa.
-
Aku, mahasiswi dengan dua adik tingkat. Hitung saja saat ini aku semester berapa. Jika dalam sebuah keluarga, memiliki dua adik adalah sebuah tanggung jawab besar, di mana seorang kakak harus bisa menjadi teladan yang baik untuk adik-adiknya. Tak pilih kasih dengan adik pertama dan adik kedua. Harus tampil sempurna saat adik membutuhkan uluran tangan kakaknya. Yap, tapi sayangnya dalam keluarga aku adalah anak terakhir, jadi aku tak bisa merasakan peran kakak dalam sebuah kehidupan keluarga.
Keluarga adalah lingkungan pertama bagaimana sikap seorang anak terbentuk, begitupun aku anak terakhir yang lebih banyak dinasihati, lebih banyak ‘tak mengerti’, lebih sering diperhatikan (katanya), dan mitos-mistos lain yang berkait dengan anak terakhir. Terlepas dari semua itu, tersimpul sebuah makna bahwa aku tak pandai memberi wejangan, solusi, atau pun nasihat. Teruntuk saudari-saudariku maafkan lidahku yang kadang ketika memberi nasihat tak mengenakkan hatimu, sesungguhnya aku masih belajar untuk memahami kamu dan orang-orang di sekelilingku, dan aku lemah dalam hal paham-memahami tapi aku adalah saudarimu jadi aku harus belajar untuk itu.
-
Malam itu, aku masih berusaha muraja’ah bagian awal materi ujian yang harus kupersiapkan untuk besok siang. Masih pukul 8 malam, namun pintu kamarku sudah kututup dan kukunci dengan harapan ingin konsentrasi tanpa ada yang menggangu. Selang beberapa waktu suara ketok pintu yang sebenarnya tak kuharapkan itu bersaut juga, “Iya sebentar” jawabku. Sudah bisa kulihat raut wajahnya, “Aku pengin curhat” katanya. Sementara aku masih sombong dengan ogah-ogahan membalas perkataannya, “Ah besok ujian, aku harus belajar” begitu kalimat yang tersimpan dalam hati. Tapi ah yasudahlah, mungkin dia butuh aku seperti ketika aku butuh dia, aku mulai memasang muka sedikit lebih indah ketika diajak bicara. Berikut percakapannya…
“Ada apa?”
“Aku takut kehilangan seseorang”. Lalu dia mulai menampakkan kesedihan dari raut muka dan air yang tersimpan dalam matanya. Dalam posisi ini aku masih sempat memikirkan “aduh ujianku”. Ah begitu sombongnya manusia kerdil ini.
“Aku sebenarnya males harus merasakan hal seperti ini, tapi aku…”. Lalu ia melanjutkan keluh kesahnya padaku.
-
Stop, cukup curhatnya kutulis di sini. Aku yakin kalian tahu apa yang saudariku ini ceritakan. Secara garis besar ia takut kehilangan seseorang yang bukan pacarnya, hanya teman biasa, tapi dia nyaman dan dia suka.
-
Jawaban atas keluh kesah saudariku di atas terangkum dalam tulisan selanjutnya…
-
Aku jadi teringat beberapa orang yang terjebak dalam situasi seperti ini è tidak terikat dalam pernikahan, tidak pacaran (ini nggak boleh ya), tapi dia baper, dia suka sama seseorang dan dia selalu bilang “dia baik banget sama aku”. Ingin sekali aku menjawabnya “helloo, ukhty dia itu baik sama semua orang, dia ingin selalu terlihat baik di mata orang, apalagi sama akhwat secantik kamu, karena ikhwan yang baik gak akan mungkin gituin kamu”. Di situasi seperti ini cewek bakal nyalahin cowok kenapa dia istilahnya ‘memberi harapan’, sadar ukh kali aja kamu yang kebawa perasaan alias BAPER! Di sisi lain ikhwan juga gak boleh caper lah sama akhwat, lha wong fitrahnya akhwat itu punya tingkat baper yang lebih tinggi. Jadi ikhwan yang tegas, pun akhwat juga begitu. Bagaimana caranya? Khususon akhwat ni. Nanti kita bahas ya!

Jodohmu sudah disimpan oleh Allah, tinggal bagaimana kamu mengikhtiarkannya. Mau diambil dengan jalan yang baik apa yang buruk. Mau diukir dalam cerita yang romantis dan tak terduga-duga atau standar cerita yang mudah ditebak? Ukirlah cerita yang baik agar generasimu kelak adalah generasi yang baik pula.
-
Tak salah kita mengagumi lawan jenis, tak salah pula kita menyimpan rasa kepadanya. Tapi apakah dengan menyimpan rasa dalam diam akan mendatangkan kebaikan bagimu? Jika jawabannya ia menambah baper, koreksi lagi apa saja yang kamu lakukan, macam apa doa yang kamu kirimkan? Sejatinya menyimpannya dalam doa bukan semata-mata agar dia menjadi milikmu, karena yang kamu idam-idamkan belum pasti menjadi yang terbaik dalam hidupmu. Cobalah ikhlaskan,  ia yang kamu harapkan dengan mengganti doa agar Allah datangkan ia yang terbaik untukmu. Cobalah berdoa dengan lebih pasrah, dengan lebih menghamba agar kamu bertemu dengan orang yang bisa memahamimu, yang mampu menerima masa lalumu, yang baik akhlak dan agamanya seraya bisa membimbingmu ke surga-Nya.
-
Ya. Tidak mudah dan kamu mungkin mencoba untuk beralibi “kamu nggak tahu apa yang aku rasakan”. Aku pernah merasakannya, tapi aku belajar untuk tidak mengulangnya, aku simpan baik-baik pelajaran itu, dan akan aku ceritakan ketika saudariku butuh tahu masa laluku. Sebuah awal memang selalu menyusahkan, namun jika kamu bertekad untuk tidak mengingatnya dan lebih mendekat kepada Yang Memberi Perasaan, maka Allah akan memudahkan itu. Dekatilah Allah dengan niat benar-benar ingin menemukan cinta-Nya, jangan mendekati karena hanya ingin dia yang kaucintai. Ingat! Sebuah awal itu memang susah, jika di tengah jalan mulai goyah, jangan mudah menyerah. Tingkatkan ibadah, niscaya kau akan temukan cinta yang begitu indah.
-
Mendapat jodoh yang terbaik? Pasti menjadi keinginan setiap akhwat. Jika kamu juga, ayo berusaha untuk menjadi baik, dengan lebih ikhlas dan pasrah tanpa mengurangi ikhtiar kita kepada Allah.
-
Seperti inilah masalah kita (akhwat usia 20-an), aku yakin mereka juga punya problema seperti ini. Hanya saja ada yang tidak menampakkan masalah ini sehingga orang-orang tak tahu kalau saudarimu juga pernah ‘baper’ atau ‘galau’. Jadilah akhwat seperti saudarimu yang tangguh itu!
-


Begitulah aku ketika menjadi sahabatku. Terimakasih sahabatku telah bercerita panjang di suatu pagi yang penuh arti kemarin hari. Terimakasih juga kepada saudari sahabatku. Sehingga aku dapat bercerita sepanjang ini. Semoga ada makna dalam rangkaian kata. Aku pun punya hikmah dari sebuah peristiwa. Suatu saat akan aku ceritakan kepadamu ukhty, aku janji. Semoga Allah masih memberiku kesempatan untuk menceritakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar